Pada tahun 1830, pemerintah Hindia Belanda (Indonesia) mengalami kesulitan keuangan. Pemerintah Belanda sendiri tidak dapat membantu karena juga sedang mengalami hal yang sama. Adapun sebab-sebab utama kesulitan keuangan yang dialami pemerintah Hindia Belanda dan negeri Belanda ada 2 yaitu sebagai berikut :
- Pemerintah Hindia Belanda banyak mengeluarkan biaya perang untuk menghadapi perlawanan rakyat Indonesia, terutama Perang Diponegoro yang terjadi dari tahun 1825 sampai 1830. Mengenai perang Diponegoro selengkapnya bisa di baca pada artikel Perang Diponegoro terjadi tahun 1825-1830
- Pemerintah di negeri Belanda banyak mengeluarkan biaya perang untuk menghadapi pemberontakan Belgia.
Untuk mengatasi kesulitan keuangan, Johannes van den Bosch mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar produksi tanaman ekspor di Indonesia ditingkatkan. Caranya dengan melaksanakan Cultuurstelsel. Cultuurstelsel inilah yang kemudian oleh bangsa Indonesia dinamakan Tanam Paksa. van den Bosch menjamin bahwa hasilnya akan dapat menolong keuangan Belanda saat itu. Usulan tersebut akhirnya disetujui pemerintah Belanda.
Namun, tanam paksa di Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pokok yang tercantum dalam Staatblad (Lembaran Negara Tahun 1843, No. 22). Adapun isi ketentuan tanam paksa ada 7 yang dapat anda baca di artikel sejarah 7 Ketentuan pokok tanam paksa (Cultuurstelsel) voc
Namun, tanam paksa di Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pokok yang tercantum dalam Staatblad (Lembaran Negara Tahun 1843, No. 22). Adapun isi ketentuan tanam paksa ada 7 yang dapat anda baca di artikel sejarah 7 Ketentuan pokok tanam paksa (Cultuurstelsel) voc
Tanam paksa mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Tetapi meski demikian, selain berdampak negatif bagi rakyat Indonesia juga memberikan nilai positif yang secara tidak langsung menambah pengetahuan bagi rakyat yang waktu itu masih bodoh. Selengkapnya tentang ini dapat anda baca di artikel Dampak positif dan negatif tanam paksa
Kemelaratan dan kesengsaraan yang diderita oleh rakyat Indonesia mengundang berbagai kecaman dari para pendukung liberalisme. Tokoh yang menentang pelaksanaan Tanam Paksa di tanah jajahan adalah Baron van Hoevell, E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli) yang menulis buku Max Havelaar, dan Fransen van der Putte yang menulis Suiker Contracten. Akhirnya pemerintah Belanda menghapuskan sistem Tanam Paksa di Indonesia meskipun secara berangsur-angsur.
Salah satu orang dari kaum sosialis Belanda yang mencetuskan gagasan politik etis adalah van Deventer. Pada tahun 1899, Conrad Theodore van Deventer mengemukakan pendapat bahwa Belanda berutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan besar sekali.
Hutang budi tersebut harus dibalas dengan memajukan Indonesia melalui pengajaran, pengairan dan pemindahan penduduk yang sering juga disebut edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Pendapat van Deventer dikenal dengan nama Trias van Deventer, Namun, ternyata politik etis tersebut tidak untuk kepentingan rakyat Indonesia, tetapi untuk kepentingan pemerintah Kolonial Belanda sendiri. Selengkapnya tentang politik etis yang disebut Trias van Deventer silahkan baca di artikel Politik kolonial pada peralihan abad ke 1920
Demikian pembahasan mengenai Tentang Cultuurstelsel dan Trias van Deventer, semoga menjadi catatan sejarah nasional kita sebagai bangsa Indonesia
No comments:
Post a Comment