Tentang Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol lahir di Kota Bonjol, Provinsi Sumatra Barat tahun 1772. Nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Peto Syarif. Pada suatu ketika di daerah Minangkabau terjadi perselisihan antara Kaum Padri dengan kaum Adat yang di bantu oleh Belanda. Pasukan Kaum Adat dipimpin oleh Datuk Sati, sedangkan Kaum Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro. Setelah Datuk Bandaro meninggal, maka Kaum Padri dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Kaum Padri menggunakan siasat perang gerilya untuk menghadapi pasukan Belanda. Untuk memudahkan dalam melakukan serangan, maka Belanda membangun Fort van de Capellen di Batusangkar dan Fort de Kock di Bukittinggi.
Pada tahun 1825, pasukan Belanda mengadakan perjanjian damai dengan Kaum Padri. Hal ini dilakukan karena pada yang bersamaan terjadi perang besar di Jawa, yaitu Perang Diponegoro.
Setelah perang di Jawa selesai, maka Belanda kembali melakukan serangan terhadap Kaum Padri. Melihat tindakan tersebut maka Kaum Adat menjadi sadar bahwa sebenarnya Belanda ingin menguasai Minangkabau. Hal inilah yang mendorong Kaum Adat untuk berjuang membantu Kaum Padri untuk melawan Belanda.
Pada tahun 1883, terjadi perang besar di daerah Agam. Dalam perang tersebut banyak pemimpin yang menyerah kepada Belanda. Kota-kota sekitar Bonjol berhasil dikuasai Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1837, benteng pertahanan pun berhasil direbut dan dikuasai.
Selengkapnya tentang Perang Padri dapat anda baca di artikel sejarah Terjadinya Perang Padri abad ke-19
Tuanku Imam Bonjol ditangkap kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Tuanku Imam Bonjol kemudian dipindah ke Ambon dan terakhir ke Manado. Akhirnya Tuanku Imam Bonjol wafat pada tanggal 6 November 1864 dan di makamkan di Desa Pineleng, Manado.
No comments:
Post a Comment