Lahirnya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 9 April 1945 memiliki arti penting dalam lintasan sejarah panjang bangsa Indonesia. Hal tersebut karena untuk pertama kali dalam sejarah, para pemimpin Indonesia berkumpul dalam suatu wadah membicarakan persiapan kemerdekaan bangsa beserta perlengkapannya, seperti dasar negara, kabinet dan parlemen.
BPUPKI yang terdiri atas 68 orang anggota terdiri atas komposisi 8 orang dari Jepang dan 15 orang dari golongan Islam. Yang dimaksud golongan Islam disin adalah golongan yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara dalam sidang BPUPKI, ini bukan berarti mereka tidak nasionalis. Selebihnya dari golongan nasional sekuler dan priyayi Jawa. Yang dimaksud golongan nasional sekuler bukan berarti ateis atau anti agama.
Dalam perjalanan politisnya, badan yang dimotori oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat dapat mengesampingkan delapan anggotanya yang dari Jepang, sehingga mereka tidak terlibat dalam pembicaraan.
Dengan demikian, dua golongan saling berhadapan, yaitu golongan Islam dan nasional sekuler. Sementara golongan priyayi berpihak pada nasional sekuler. Dipihak Islam, para pendukung reformis dan tradisionalis bersatu menghadapi golongan nasional sekuler.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPUPKI pada tanggal 7 Agustus 1945 mengubah namanya menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau disingkat PPKI yang mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi, yang seluruhnya berlangsung di Jakarta.
Sidang-sidang resmi itu diadakan untuk membahas masalah dasar negara, kewarganegaraan, serta Rancangan Undang-Undang Dasar, sedangkan sidang kedua yang berlangsung antara tanggal 10 - 17 Juli 1945 membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, RUUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran.
Ketika membahas dasar negara itulah terjadi perdebatan ideologi yang sengit antara golongan Islam dan nasionalis sekuler. Sebenarnya, gagasan-gagasan para tokoh Islam menjadikan Islam sebagai dasar negara tidak dilengkapi dengan argumentasi empris mengenai negara Islam yang dicita-citakan .
Dipandang dari sudut ini, sebenarnya yang dicita-citakan oleh tokoh Islam dalam BPUPKI dan PPKI bukan realisasi negara Islam, tetapi lebih tepat pada adanya jaminan terhadap pelaksanaan syariat ajaran-ajaran Islam yang pada akhirnya melahirkan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta yang menunjukkan bahwa identitas orang Islam perlu dijamin secara konstitusional.
Referensi lainnya, silahkan baca artikel :
1. Perjalanan sejarah lahirnya Pancasila, yang merupakan hasil sidang BPUPKI pertama.
Berangkat dari peristiwa Jakarta Charter tersebut, dapat dimengerti bahwa Indonesia bukan sebuah negara teokrasi, tetapi juga bukan negara sekuler.
No comments:
Post a Comment