Biografi. Penghargaan yang diterima Orhan Pamuk sebagai pemenang Nobel Sastra tahun 2006 telah melambungkan namanya di dunia internasional. Pamuk telah tercatat sebagai salah seorang sastrawan terbaik dunia. The New York Times bahkan menyebut dirinya, "A new star has risen in the east - Orhan Pamuk". Tak hanya menulis novel, ia juga sempat membuat skenario layar lebar Gizli Yuz (Secret Face) pada tahun 1992.
Namun, Orhan Pamuk dianggap pemberontak karena menentang fatwa hukuman mati terhadap Salman Rushdie dan membela hak-hak etnis minoritas Kurdi. Ia juga bicara lantang tentang hak-hak asasi manusia, hak-hak perempuan, reformasi demokratis, dan isu-isu lingkungan hidup. Tentu saja atas sikapnya itu ia mendapatkan banyak tekanan, terutama dari para penguasa.
Tekanan para penguasa terhadap Orhan Pamuk mengundang reaksi internasional dan menghambat rencana masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa. Pada Desember 2005. Amnesti internasional mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar Pamuk dibebaskan dari dakwaan sebagai pemberontak.
Dalam bulan itu juga, delapan sastrawan terkemuka dunia menerbitkan pernyataan bersama dan mengecam tufuhan atas Pamuk sebagai pelanggaran hak asasi manusia, 8 sastrawan tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Josi Saramago dari Portugal
2. Gabriel Garcia Marquez dari Kolombia
3. Gunter Grass dari Jerman
4. Umberto Eco dari Italia
5. Carlos Fuentes dari Meksiko
6. Juan Goytisolo dari Spanyol
7. John Updike dari Amerika Serikat, dan
8. Mario Vargas Llosa dari Peru
Ironisnya, sebagian rekan sebangsanya justru menyerang Pamuk karena dianggap terlalu menyudutkan bangsanya sendiri. Selain itu, sebagian pengamat curiga terhadap maksud Pamuk sesungguhnya di balik pernyataan kerasnya adalah agar ia mendapatkan Hadiah Nobel Sastra 2005 yang kemudian ternyata dianugerahkan kepada dramawan Inggris bernama Harold Pinter.
Dalam sebuah wawancara, ia juga pernah menyinggung pembunuhan terhadap etnis Armenia. Oleh karena itu, di Turki ia diajukan ke pengadilan atas tuduhan menghina rasa nasionalis Turki.
Di negaranya, Orhan Pamuk menuntut penjelasan dan kesadaran untuk bertanggung jawab. Sementara dari negara Barat, ia menuntut agar tidak lagi menggunakan argumentasi Kristen untuk penolakan masuknya Turki di Uni Eropa. Ia sendiri menganggap dirinya terutama sebagai pengarang kesusastraan. Sedangkan dunia internasional melihatnya sebagai juru tegur yang kritis dan berani.
Kemenangan Pamuk adalah bukti nyata akan jasanya dalam kesusastraan yang membela hak dan kebebasan manusia. Dalam penceritaannya, Pamuk selalu menempatkan Turki sebagai latar belakangnya. Ia menyebut Turki sebagai wilayah pertemuan antara budaya Barat dan Timur. Karya-karyanya memang tidak lepas dari soal perubahan budaya, gaya hidup Barat di negara yang sebenarnya bukan Barat.
Akademi Swedia bahkan berkomentar, "Dalam perjalanan untuk menemukan jiwa dari kota kelahirannya, ia (Pamuk) telah menemukan simbol dari penggabungan beberapa kebudayaan.
Pamuk telah berhasil menggabungkan dunia Barat dan Timur melalui karya-karyanya. Beberapa karyanya pun telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa dan diterbitkan di lebih dari 100 negara. Pamuk merupakan sastrawan yang melalui keindahan narasinya, menjembatani bentuk novel Eropa modern dan tradisi mistik orientalis. Ia sangat kuat dalam konteks pencarian jejak, rasa saling menghormati, dan pengetahuan mengenai kebudayaan lain.
Pemberontakan dan sikap mbalelo Orhan Pamuk yang ditunjukkan lewat aksi dan karyanya telah memberikan bukti akan pembelaan terhadap kemanusiaan. Pesan moral dalam novel tersebut telah memberikan secercah kesadaran bagi manusia.
Ingin mengenal lebih jauh tentang Orhan Pamuk novelis Itanbul dengan seabrek penghargaannya
Tak sedikit orang yang kemudian dengan rela dan sadar tergusur dari kesempatan menjalani kehidupan yang wajar, bahkan dinistakan oleh waktu karena memegang teguh nilai moralitas tersebut.
No comments:
Post a Comment