Prasejarah. Wilayah Indonesia telah di huni oleh manusia sejak dua juta tahun yang lalu. Hal ini dapat diketahui berdasarkan ditemukannya sejumlah fosil di wilayah Indonesia. Penghuni wilayah Indonesia pada waktu itu adalah manusia-manusia purba dengan kebudayaan batu tua, seperti Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, dan Homo wajakensis.
Di antara manusia purba tersebut, Homo wajakensis yang paling dominan karena lebih lebih mirip dengan manusia-manusia yang paling kini dikenal sebagai penduduk asli Australia, yaitu suku Aborigin.
Dai sini dapat diketahui bahwa penduduk asli Indonesia adalah suku bangsa Negroid, atau sering disebut sebagai Melanesoid yang berkulit hitam. Manusia purba di Indonesia membawa kebudayaan batu tua atau paleolitikum yang hidupnya masih nomaden atau berpindah-pindah dengan mata pencaharian berburu dan meramu.
Wilayah nusantara kemudian kedatangan bangsa Melanesoid yang berasal dari Teluk Tonkin, tepatnya dari Bacson-Hoabinh. Berbagai penelitian tentang fosil yang pernah ditemukan di tempat asalnya menunjukkan bahwa induk bangsa Melanesoid berkulit hitam berbadan kecil dan termasuk tipe Veddoid-Austroloid.
Wilayah Indonesia merupakan daerah yang bebas dan tanpa pemilik sebelum didatangi bangsa-bangsa dari luar. Manusia purba yang tinggal di wilayah Indonesia tidak memerlukan tanah sebagai modal untuk hidup, karena mereka hidup berpindah-pindah.
Mereka berpindah-pindah mencari daerah yang ada sumber makanan. Biasanya mencari lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk mendapatkan ikan dan kerang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil di wilayah Indonesia yang berada di lembah-lembah sungai. Mereka mulai hidup menetap pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu atau seminomaden, ketika bangsa Melanesoid mulai datang ke wilayah Indonesia.
Bangsa Melanesoid sebagai bangsa pendatang juga hidup seminomaden. Mereka tinggal atau menetap di daerah yang menghasilkan bahan makanan, padahal penduduk asli terlebih dahulu menempati daerah tersebut. Akibatnya benturan antara kebudayaan Paleolitikum dan mesolitikum tidak dapat dihindari lagi. Dari pertemuan tersebut diperkirakan penduduk asli semakin terdesak ke pedalaman dan sebagian lagi ditumpas.
Bangsa Melanesoid mempunyai kebudayaan mesolitikum yang sudah mulai hidup menetap dalam suatu kelompok, sudah mengenal api, meramu, dan berburu binatang. Mereka juga telah mengenal teknologi bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana. Cara bercocok tanam mereka dengan sistem perladangan yang berpindah-pindah. Jika lahan yang mereka tanami sudah tidak subur lagi, maka mereka berpindah mencari tempat lain yang lebih subur. Cara hidup mereka dinamakan seminomaden. Baca : Sejarah berburu dan meramu
Perpindahan manusia dan kebudayaan ke wilayah Indonesia selalu membawa kebudayaan yang lebih tinggi dari penduduk sebelumnya. Dari semua gelombang pendatang dapat dilihat bahwa mereka adalah bangsa-bangsa yang mulai menetap, bahkan telah menetap. Namun, dalam kehidupan yang telah menetap, pilihan untuk meninggalkan daerah asal bukan tanpa alasan.
Ketika kehidupan mulai menetap, maka tanah yang mereka butuhkan adalah tanah sebagai media untuk tetap hidup. Mereka yang membutuhkan lahan yang luas untuk bercocok tanam, karena mereka belum mengenal teknologi untuk mengolah lahan secar intensif. Mereka membutuhkan perluasan dan perpindahan untuk penguasaan lahan-lahan baru setiap jangka waktu tertentu.
Bangsa Melanesoid akhirnya menetap di wilayah Nusantara sekitar tahun 2000 SM. Pada tahun itu pula datang bangsa yang berkebudayaan lebih tinggi yang berasal dari rumpun Melayu Austronesia yakni bangsa Melayu Tua atau Proto-Melayu, suatu ras Mongoloid yang berasal dari daerah Yunan, dekat lembah sungai Yang Tze di Cina Selatan.
Menurut para ahli, alasan yang menyebabkan bangsa Melayu Tua meninggalkan daerah asalnya, antara lain karena desakan suku-suku liar yang datangnya dari Asia Tengah, adanya peperangan antarsuku dan adanya bencana alam berupa banjir akibat sering meluapnya sungai-sungai di daerah tersebut.
Bangsa Aria yang berasal dari Asia Tengah yang mendesak bangsa Melayu Tua memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi. Bangsa Melayu Tua yang terdesak meninggalkan Yunan dan ada yang tetap tinggal bercampur dengan bangsa Aria dan bangsa Mongol.
Bangsa-bangsa ini merupakan bagian dari kebudayaan neolitikum. Hal ini dapat diketahui dari artefak-artefak yang ditemukan dari bangsa ini. Ini berarti orang Melayu Tua telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju, dan bahkan mereka sudah mengenal peternakan. Dengan demikian, mereka telah dapat menghasilkan makanan sendiri (food producing).
Kemampuan ini membuat mereka dapat tinggal menetap lebih lama. Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis dasar-dasar kebudayaan. Mereka juga telah membangun satu sistem politik dan pengorganisasian untuk mengatur pemukimannya.
Pengorganisasian ini menuntut mereka untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, misalnya membuat peralatan rumah tangga dari bahan yang disediakan oleh alam. Mereka juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang dihubungkan dengan sistem pertanian.
Dengan masuknya bangsa pendatang, maka bangsa pembawa kebudayaan batu tua kemudian menyingkir ke pedalaman. Dengan pengorganisasian yang lebih rapi dan peralatan yang lebih maju, kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli. Kebudayaan yang mereka bawa kemudian menggantikan kebudayaan penduduk asli.
Arus pendatang yang masuk ke wilayah nusantara tidak hanya datang dalam sekali saja, kelompok yang kalah dalam perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah di wilayah lain. Bangsa Melayu tua yang sudah mapan sudah mengenal bercocok tanam, beternak, dan sudah menetap juga masih ingin mencari daerah lain. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau mata air menjadi incaran. Wilayah yang sudah mulai ditempati oleh bangsa Melanesoid harus diperjuangkan untuk mempertahankan dari bangsa Melayu Tua.
Kedatangan bangsa Melayu Tua juga memungkinkan terjadinya percampuran antara bangsa Melayu Tua dan bangsa Melanesia yang terlebih dahulu datang ke wilayah nusantara. Bangsa melanesia yang tidak bercampur terdesak dan mengasingkan diri ke pedalaman.
Sisa-sisa keturunan bangsa Melanesia saat ini didapati pada orang-orang suku Sakai di Siak, suku Kubu, serta Anak Dalam di Jambi dan Sumatra Selatan, orang Semang di pedalaman Melayu, orang Aeta di pedalaman Filipina, orang-orang Papua Melanesoid dan pulau-pulau Melanesia.
Orang-orang Melayu Tua yang telah bercampur dengan bangsa Aria mulai datang ke wilayah nusantara sekitar tahun 2000 - 300 SM, yaitu ketika terjadi gelombang migrasi kedua dari Yunani. Mereka disebut orang Melayu Muda atau Deutro Melayu dengan kebudayaan perunggunya. Baca selengkapnya di : Peninggalan kebudayan zaman Dongson
Kebudayaan ini lebih tinggi lagi daripada kebudayaan batu muda yang telah ada, karena telah mengenal logam sebagai alat perkakas rumah tangga dan alat produksi. Kedatangan bangsa Melayu Muda mengakibatkan bangsa melayu Tua yang pada awalnya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai mulai terdesak ke pedalaman. Hal ini dikarenakan kebudayaannya kalah maju dari bangsa Melayu Muda dan kebudayaannya tidak banyak mengalami perubahan.
Sisa-sisa keturunan bangsa Melayu Tua banyak ditemukan di daerah pedalaman di Indonesia seperti Dayak, Toraja, Nias, Batak pedalaman, Kubu, dan Sasak. Dengan menguasai tanah, bangsa Melayu Muda dapat berkembang dengan pesat kebudayaannya, bahkan menjadi penyumbang terbesar sebagai manusia awal di Indonesia.
Berbagai suku bangsa yang datang ke wilayah Nusantara dalam kurun waktu ratusan sampai ribuan tahun tersebut tidak seluruhnya menetap di Nusantara. Di antara mereka ada yang bergerak Cina Selatan, kemudian kembali ke daerah asalnya dengan membawa kebudayaan setempat atau kembali ke wilayah Nusantara.
Dalam arus kedatangan bangsa-bangsa ke wilayah Nusantara, bangsa yang lebih dahulu datang menyerap bahasa dan kebudayaan bangsa yang datang setelahnya. Percampuran antarbangsa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Nusantara yang telah menjadi titik pertemuan dari Bangsa Mongoloid (ras kuning) yang bermigrasi ke selatan dari Yunan, dengan bangsa Melanesoid.
Di antara manusia purba tersebut, Homo wajakensis yang paling dominan karena lebih lebih mirip dengan manusia-manusia yang paling kini dikenal sebagai penduduk asli Australia, yaitu suku Aborigin.
Dai sini dapat diketahui bahwa penduduk asli Indonesia adalah suku bangsa Negroid, atau sering disebut sebagai Melanesoid yang berkulit hitam. Manusia purba di Indonesia membawa kebudayaan batu tua atau paleolitikum yang hidupnya masih nomaden atau berpindah-pindah dengan mata pencaharian berburu dan meramu.
Wilayah nusantara kemudian kedatangan bangsa Melanesoid yang berasal dari Teluk Tonkin, tepatnya dari Bacson-Hoabinh. Berbagai penelitian tentang fosil yang pernah ditemukan di tempat asalnya menunjukkan bahwa induk bangsa Melanesoid berkulit hitam berbadan kecil dan termasuk tipe Veddoid-Austroloid.
Wilayah Indonesia merupakan daerah yang bebas dan tanpa pemilik sebelum didatangi bangsa-bangsa dari luar. Manusia purba yang tinggal di wilayah Indonesia tidak memerlukan tanah sebagai modal untuk hidup, karena mereka hidup berpindah-pindah.
Mereka berpindah-pindah mencari daerah yang ada sumber makanan. Biasanya mencari lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk mendapatkan ikan dan kerang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil di wilayah Indonesia yang berada di lembah-lembah sungai. Mereka mulai hidup menetap pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu atau seminomaden, ketika bangsa Melanesoid mulai datang ke wilayah Indonesia.
Bangsa Melanesoid sebagai bangsa pendatang juga hidup seminomaden. Mereka tinggal atau menetap di daerah yang menghasilkan bahan makanan, padahal penduduk asli terlebih dahulu menempati daerah tersebut. Akibatnya benturan antara kebudayaan Paleolitikum dan mesolitikum tidak dapat dihindari lagi. Dari pertemuan tersebut diperkirakan penduduk asli semakin terdesak ke pedalaman dan sebagian lagi ditumpas.
Bangsa Melanesoid mempunyai kebudayaan mesolitikum yang sudah mulai hidup menetap dalam suatu kelompok, sudah mengenal api, meramu, dan berburu binatang. Mereka juga telah mengenal teknologi bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana. Cara bercocok tanam mereka dengan sistem perladangan yang berpindah-pindah. Jika lahan yang mereka tanami sudah tidak subur lagi, maka mereka berpindah mencari tempat lain yang lebih subur. Cara hidup mereka dinamakan seminomaden. Baca : Sejarah berburu dan meramu
Perpindahan manusia dan kebudayaan ke wilayah Indonesia selalu membawa kebudayaan yang lebih tinggi dari penduduk sebelumnya. Dari semua gelombang pendatang dapat dilihat bahwa mereka adalah bangsa-bangsa yang mulai menetap, bahkan telah menetap. Namun, dalam kehidupan yang telah menetap, pilihan untuk meninggalkan daerah asal bukan tanpa alasan.
Ketika kehidupan mulai menetap, maka tanah yang mereka butuhkan adalah tanah sebagai media untuk tetap hidup. Mereka yang membutuhkan lahan yang luas untuk bercocok tanam, karena mereka belum mengenal teknologi untuk mengolah lahan secar intensif. Mereka membutuhkan perluasan dan perpindahan untuk penguasaan lahan-lahan baru setiap jangka waktu tertentu.
Bangsa Melanesoid akhirnya menetap di wilayah Nusantara sekitar tahun 2000 SM. Pada tahun itu pula datang bangsa yang berkebudayaan lebih tinggi yang berasal dari rumpun Melayu Austronesia yakni bangsa Melayu Tua atau Proto-Melayu, suatu ras Mongoloid yang berasal dari daerah Yunan, dekat lembah sungai Yang Tze di Cina Selatan.
Menurut para ahli, alasan yang menyebabkan bangsa Melayu Tua meninggalkan daerah asalnya, antara lain karena desakan suku-suku liar yang datangnya dari Asia Tengah, adanya peperangan antarsuku dan adanya bencana alam berupa banjir akibat sering meluapnya sungai-sungai di daerah tersebut.
Bangsa Aria yang berasal dari Asia Tengah yang mendesak bangsa Melayu Tua memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi. Bangsa Melayu Tua yang terdesak meninggalkan Yunan dan ada yang tetap tinggal bercampur dengan bangsa Aria dan bangsa Mongol.
Bangsa-bangsa ini merupakan bagian dari kebudayaan neolitikum. Hal ini dapat diketahui dari artefak-artefak yang ditemukan dari bangsa ini. Ini berarti orang Melayu Tua telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju, dan bahkan mereka sudah mengenal peternakan. Dengan demikian, mereka telah dapat menghasilkan makanan sendiri (food producing).
Kemampuan ini membuat mereka dapat tinggal menetap lebih lama. Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis dasar-dasar kebudayaan. Mereka juga telah membangun satu sistem politik dan pengorganisasian untuk mengatur pemukimannya.
Pengorganisasian ini menuntut mereka untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, misalnya membuat peralatan rumah tangga dari bahan yang disediakan oleh alam. Mereka juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang dihubungkan dengan sistem pertanian.
Dengan masuknya bangsa pendatang, maka bangsa pembawa kebudayaan batu tua kemudian menyingkir ke pedalaman. Dengan pengorganisasian yang lebih rapi dan peralatan yang lebih maju, kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli. Kebudayaan yang mereka bawa kemudian menggantikan kebudayaan penduduk asli.
Arus pendatang yang masuk ke wilayah nusantara tidak hanya datang dalam sekali saja, kelompok yang kalah dalam perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah di wilayah lain. Bangsa Melayu tua yang sudah mapan sudah mengenal bercocok tanam, beternak, dan sudah menetap juga masih ingin mencari daerah lain. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau mata air menjadi incaran. Wilayah yang sudah mulai ditempati oleh bangsa Melanesoid harus diperjuangkan untuk mempertahankan dari bangsa Melayu Tua.
Kedatangan bangsa Melayu Tua juga memungkinkan terjadinya percampuran antara bangsa Melayu Tua dan bangsa Melanesia yang terlebih dahulu datang ke wilayah nusantara. Bangsa melanesia yang tidak bercampur terdesak dan mengasingkan diri ke pedalaman.
Sisa-sisa keturunan bangsa Melanesia saat ini didapati pada orang-orang suku Sakai di Siak, suku Kubu, serta Anak Dalam di Jambi dan Sumatra Selatan, orang Semang di pedalaman Melayu, orang Aeta di pedalaman Filipina, orang-orang Papua Melanesoid dan pulau-pulau Melanesia.
Orang-orang Melayu Tua yang telah bercampur dengan bangsa Aria mulai datang ke wilayah nusantara sekitar tahun 2000 - 300 SM, yaitu ketika terjadi gelombang migrasi kedua dari Yunani. Mereka disebut orang Melayu Muda atau Deutro Melayu dengan kebudayaan perunggunya. Baca selengkapnya di : Peninggalan kebudayan zaman Dongson
Kebudayaan ini lebih tinggi lagi daripada kebudayaan batu muda yang telah ada, karena telah mengenal logam sebagai alat perkakas rumah tangga dan alat produksi. Kedatangan bangsa Melayu Muda mengakibatkan bangsa melayu Tua yang pada awalnya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai mulai terdesak ke pedalaman. Hal ini dikarenakan kebudayaannya kalah maju dari bangsa Melayu Muda dan kebudayaannya tidak banyak mengalami perubahan.
Sisa-sisa keturunan bangsa Melayu Tua banyak ditemukan di daerah pedalaman di Indonesia seperti Dayak, Toraja, Nias, Batak pedalaman, Kubu, dan Sasak. Dengan menguasai tanah, bangsa Melayu Muda dapat berkembang dengan pesat kebudayaannya, bahkan menjadi penyumbang terbesar sebagai manusia awal di Indonesia.
Berbagai suku bangsa yang datang ke wilayah Nusantara dalam kurun waktu ratusan sampai ribuan tahun tersebut tidak seluruhnya menetap di Nusantara. Di antara mereka ada yang bergerak Cina Selatan, kemudian kembali ke daerah asalnya dengan membawa kebudayaan setempat atau kembali ke wilayah Nusantara.
Dalam arus kedatangan bangsa-bangsa ke wilayah Nusantara, bangsa yang lebih dahulu datang menyerap bahasa dan kebudayaan bangsa yang datang setelahnya. Percampuran antarbangsa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Nusantara yang telah menjadi titik pertemuan dari Bangsa Mongoloid (ras kuning) yang bermigrasi ke selatan dari Yunan, dengan bangsa Melanesoid.
No comments:
Post a Comment