Sejarah - Agama Hindu berasal dari India. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejarah perkembangannya harus juga dipelajari sejarah perkembangan India yang meliputi aspek perkembangan penduduk maupun kebudayaannya dari zaman ke zaman.
Berdasarkan penelitian terhadap usia kitab-kitab Weda, para ahli sejarah sampai pada suatu kesimpulan bahwa agama Hindu telah tumbuh dan berkembang sekitar 6.000 tahun sebelum Masehi. Sebagai agama tertua, agam Hindu kemudian berkembang ke berbagai wilayah dunia, termasuk Asia Tenggara.
Penduduk India
Penduduk asli yang mendiami India adalah bangsa Dravida. Mereka bermukim di dataran tinggi Dekkan dan mendiami daerah sepanjang sungai Sindhu yang subur. Kehidupannya masih sangat sederhana. Sekitar tahun 1500 SM, bangsa Arya tiba di India.
Bangsa Arya berasal dari daerah sekitar Asia Tengah yang menyebar memasuki daerah-daerah Iran (Persia), Mesopotamia, dan juga masuk ke daerah Eropa. Bangsa Arya yang masuk ke India dalam dua tahap dan di dua tempat yang berbeda. Pertama-tama, mereka masuk ke daerah Punjab, yaitu daerah yang memiliki lima aliran anak sungai.
Kedatangan mereka disambut dengan peperangan oleh bangsa Dravida yang sudah lebih dahulu bermukim di India. Karena bangsa Arya lebih maju dan lebih kuat, bangsa Dravida dapat dikalahkan. Tahap kedua, bangsa Arya masuk ke India melalui daerah dua aliran sungai, yaitu lembah sungai Gangga dan lembah sungai Yamuna yang dikenal dengan nama daerah Doab.
Kedatangan mereka tidak disambut dengan peperangan, bahkan kemudian terjadi percampuran melalui perkawinan. Bangsa-bangsa inilah yang menjadi nenek moyang bangsa India sekarang.
Di kedua daerah tersebut, bangsa Arya mengembangkan peradabannya. Dikatakan bahwa orang-orang Aryalah yang menerima wahyu Weda. Wahyu-wahyu dalam Weda ini tidak turun sekaligus, melainkan dalam jangka waktu yang agak lama, dan juga tidak diwahyukan di satu tempat saja.
Penerima wahyu disebut Maha Resi. Wahyu-wahyu itu diterima melalui pendengaran, oleh sebab itu wahyu Weda disebut Sruti (sru - pendengaran). Kurun waktu turunnya wahyu-wahyu Weda itulah yang disebut zaman Weda. Ajaran Weda ini kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Referensi lain silahkan baca artikel : Zaman weda kuno
Referensi lain silahkan baca artikel : Zaman weda kuno
Kitab-kitab Weda membentangkan puji-pujian terhadap para dewa. Munculnya kepercayaan terhadap dewa (panteon) diperoleh dengan jalan semadi terhadap gejala alam. Berkenaan dengan hal itu, muncullah kepercayaan terhadap Dewa Agni (api), Dewa Bayu (angin), Dewa Surya (matahari), Dewa Candra (bulan), Dewa Maruta (angin kencang), Dewa Baruna (angkasa), Dewa Parjana (hujan), Dewa Indra (perang), Dewa Usa (fajar), dan sebagainya.
Di antara dewa-dewa yang dipuja tersebut tidak ada yang dianggap paling tinggi. Hanya pada waktu-waktu tertentu salah satu dewa lebih sering dipuja daripada yang lain, misalnya terhadap Dewa Agni. Dewa Agni diberi kedudukan istimewa karena api di dalam setiap rumah selalu ada dan sangat diperlukan. Lagi pula dalam setiap upacara-upacara pemujaan kepada para dewa, api saji sudah menjadi syarat uatama yang harus ada di samping saji-sajian yang lain.
Sistem kepercayaan yang menyembah banyak dewa (politeisme) dipimpin oleh kelompok tertentu dalam masyarakat yang memiliki keterampilan melaksanakan upacara-upacara keagamaan. Golongan ini adalah para pendeta atau brahmana.
Mereka diyakini bangsa Arya sebagai kelompok yang dapat mencegah kemurkaan para dewa dan mampu mendatangkan keberkahan bagi pengikutnya. Keyakinan terhadap golongan brahmana ini dikenal dengan brahmanisme yang merupakan awal lahirnya agam Hindu.
Kehidupan masyarakat
Untuk mempertahankan kekuasaan (otoritas) di tengah kehidupan masyarakat, bangsa Arya berupaya menjaga kemurnian ras. Artinya, mereka melarang perkawinan campur dengan bangsa Dravida. Untuk tujuan itu, bangsa Arya menerapkan sistem kasta dalam masyarakat.
Dalam sistem kasta, masyarakat dibagi menjadi beberapa tingkatan, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Tinggi rendahnya suatu kasta sangat menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
Pada mulanya, masyarakat terbagi menjadi tiga kasta, yaitu Brahmana (rohaniawan dan ilmuwan), Ksatria (pemerintah, pejabat, dan prajurit), dan Waisya (petani dan pedagang). Kemudian, dimunculkan kasta keempat, yaitu Sudra (tukang, pengrajin, dan pelayan).
Awalnya, sistem kasta ini tidak bersifat kaku. Orang masih dapat berpindah kasta apabila ia beralih profesi. Akan tetapi, perkembangan masyarakat yang semakin majemuk membuat sistem kasta menjadi semakin kaku dan tegas.
Perpindahan antarkasta menjadi tidak mungkin. Dalam keadaan seperti inilah, dimunculkan kasta kelima, yakni Pariya atau Panchama yang berarti kaum terbuang. Kasta ini mencakup kalangan yang melakukan pekerjaan kotor, sehingga dianggap hina dan sama sekali tidak memiliki hak dalam masyarakat.
Untuk mempertahankan kekuasaan (otoritas) di tengah kehidupan masyarakat, bangsa Arya berupaya menjaga kemurnian ras. Artinya, mereka melarang perkawinan campur dengan bangsa Dravida. Untuk tujuan itu, bangsa Arya menerapkan sistem kasta dalam masyarakat.
Dalam sistem kasta, masyarakat dibagi menjadi beberapa tingkatan, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Tinggi rendahnya suatu kasta sangat menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
Pada mulanya, masyarakat terbagi menjadi tiga kasta, yaitu Brahmana (rohaniawan dan ilmuwan), Ksatria (pemerintah, pejabat, dan prajurit), dan Waisya (petani dan pedagang). Kemudian, dimunculkan kasta keempat, yaitu Sudra (tukang, pengrajin, dan pelayan).
Awalnya, sistem kasta ini tidak bersifat kaku. Orang masih dapat berpindah kasta apabila ia beralih profesi. Akan tetapi, perkembangan masyarakat yang semakin majemuk membuat sistem kasta menjadi semakin kaku dan tegas.
Perpindahan antarkasta menjadi tidak mungkin. Dalam keadaan seperti inilah, dimunculkan kasta kelima, yakni Pariya atau Panchama yang berarti kaum terbuang. Kasta ini mencakup kalangan yang melakukan pekerjaan kotor, sehingga dianggap hina dan sama sekali tidak memiliki hak dalam masyarakat.
Inti ajaran Agama Hindu
Agama Hindu mengajarkan bahwa hidup di dunia ini sengsara (samsara) akibat perbuatan yang kurang baik pada masa sebelumnya (karma). Selanjutnya, manusia dilahirkan kembali (reinkarnasi) dan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki diri, sehingga dalam kelahirannya kembali manusia dapat dilahirkan pada kasta yang lebih rendah atau dilahirkan menjadi binatang.Namun, seseorang yang telah sempurna hidupnya dapat mencapai moksha, artinya lepas dari samsara. Mereka yang berhasil mencapai moksha tidak dilahirkan kembali, tetapi tinggal abadi di nirwana (surga). Ajaran Hindu bersifat pesimis, karena hidup berarti menderita, bukan menikmati kesenangan di dunia.
No comments:
Post a Comment